Penilaian dan Evaluasi Belajar

Oleh Maksimus Adil*

Abstrak

Penilaian dan evaluasi belajar merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari seluruh proses pembelajaran. Model penilaian dan evaluasi belajar sangat dipengaruhi oleh filosofi yang dianut oleh masing-masing lembaga pendidikan. Suatu sistem penilaian dan evaluasi belajar harus dapat dipertanggung-jawabkan kepada tiap unsur yang terkait, seperti siswa, orang tua murid, dan bahkan masyarakat luas pada umumnya. Untuk itu penilaian terhadap hasil belajar siswa harus didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan valid. Banyak piranti yang dapat dipakai oleh guru untuk menilai hasil belajar siswa. Sebut saja diantaranya adalah test dan kuis, project, report, presentasi, informal checks for understanding, anecdotal notes, dan lain sebagainya. Piranti yang dipakai untuk menilai hasil pekerjaan siswa haruslah sudah direncanakan bahkan sebelum guru men-design proses belajar yang diinginkan. Tolok ukur yang dipakai guru untuk menilai adalah rubric, di mana di dalamnya berisi kriteria yang mesti ada dan atau dicapai siswa dari setiap bentuk evaluasi yang diadakan. Untuk mempermudah guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan sistem student centered dan kemudian dapat membuat evaluasi dan penilaian dengan baik, di sekolah High/Scope diterapkan suatu strategi yang disebut “Understanding by Design”. Salah satu aspeknya adalah konsep backward design, dimana kita sebagai guru mesti pertama-tama menentukan hasil yang diharapkan dari siswa dari suatu proses belajar sebelum menentukan proses belajarnya sendiri. Penilaian terhadap hasil belajar siswa mesti memperhiungkan keseluruhan proses yang mencakup tiga unsur, yakni produk, proses, dan progress.

Pengantar

Hampir setiap tahun seusai mengadakan UN atau tepatnya setelah pengumuman hasil UN, bangsa kita selalu dilanda ‘prahara’ karena banyaknya siswa yang tidak berhasil dalam UN. Polemik hampir pasti menghiasi media-media nasional, baik cetak maupun elektronik. Umumnya berita yang mendominasi di media masa adalah kekecewaan siswa dan orang tua dan bahkan para guru akibat kegagalan beberapa siswa. Apalagi kalau diantara yang tidak lulus ada siswa berprestasi dan dianggap pintar.

Berbagai pandangan akan muncul ke permukaan, baik dari para pakar pendidikan maupun politisi. Fokus pembicaraan biasanya tentang kelemahan UN sampai pada validitasnya untuk menentukan seorang siswa dapat dinyatakan lulus atau tidak dari jenjang pendidikan yang sudah digelutinya selama kurang-lebih 3 tahun. Di antaranya ada yang menuntut agar para guru di sekolah adalah satu-satunya pihak yang paling sah dan meyakinkan untuk menentukan kelulusan, karena merekalah yang mengenal anak didiknya.

Makalah ini tidak bermaksud menjawab pertanyaan validitas atau tidaknya UN untuk menentukan kelulusan siswa. Makalah ini ditulis untuk menelaah lebih jauh bagaimana sistem penilaian yang memadai agar semua unsur yang terlibat dalam pendidikan dapat terpuaskan. Unsur-unsur yang terlibat dalam pendidikan tidak lain adalah siswa, guru, orang tua, masyarakat dan pemerintah. Karena itu penilaian yang dilakukan di sekolah mesti fair dan dapat dipertanggung-jawabkan kepada para pihak itu. Artinya semua pihak memahami makna, isi, dan cakupan penilaian dari nilai yang diperoleh peserta didik yang dikuatkan dengan bukti-bukti yang memadai.
Filosofi Pembelajaran

Penilaian dan evaluasi belajar hanyalah salah satu aspek dari sistem pembelajaran. Ia tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian integral dari keseluruhan proses belajar dalam ruangan kelas. Oleh karena itu penilaian dan evaluasi belajar sangat terkait dan dijiwai oleh filosofi yang dianut lembaga pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan.

Untuk mayoritas sekolah yang menganut sistem teachers-centered (menjadikan kurikulum sebagai pusat dari seluruh proses belajar), penuntasan materi yang diperintahkan oleh kurikulum menjadi hal yang utama. Untuk sekolah model ini hasil akhir dalam arti target pencapaian siswa menjadi satu-satunya yang penting. Di sini proses menjadi tidak terlalu penting, melainkan hasil akhir, yakni berapa nilai yang didapat siswa dari evaluasi belajar yang diadakan. Di pihak guru, yang penting target pengajaran (penuntasan materi) tercapai. Siswa mengerti atau tidak soal lain. Sistem belajar macam ini (teachers-centered) melihat belajar sebagai kompetisi dan bukan peziarahan, pergulatan atau pergumulan menuju penguasaan ilmu pengetahuan.

Selain sekolah model teachers-centered, saat ini muncul sekolah-sekolah yang memfokuskan proses belajarnya pada siswa (student-centered). Pada lembaga-lembaga pendidikan yang membangun sistem pendidikannya atas filosofi student-centered, peserta belajar (baca: siswa) menjadi pusat dari seluruh proses belajar, dan proses belajar itu sendiri sama pentingnya dengan hasil akhir yang diharapkan dari para siswa. Sekolah seperti ini berpegang pada semangat ‘learning is not a race but journey’. Siswa diajak untuk berziarah, berpetualang, bergumul secara pribadi menuju penguasaan ilmu pengetahuan. Dengan demikian peserta didik benar-benar dihargai sebagai pribadi, dibimbing sesuai kondisi dan kemampuannya yang khas, tidak terpenjara dalam hierarki pengelompokkan pintar – bodoh yang pada akhirnya membunuh rasa percaya diri, semangat belajar, dan pengabaian perjuangan khas masing-masing pribadi dalam keseluruhan proses belajar.

Men-design Pemahaman Siswa

Agar siswa dapat belajar maksimal, artinya terlibat secara penuh dalam seluruh proses pembelajaran, mengalami pergulatan (dalam arti sesungguhnya) untuk memahami pokok-pokok yang dipelajari dan akhirnya dapat menguasai ilmu pengetahuan, pelajaran harus di-designunderstanding by design[1] dalam seluruh proses belajar pada setiap subject yang diajarkan. Hal ini dilakukan berdasarkan kesadaran bahwa tujuan dari proses belajar adalah mencapai pemahaman (understanding). Siswa memahami atau tepatnya menguasai ilmu yang dipelajarinya. Lebih dari itu agar siswa mendapatkan suatu penilaian yang otentik dan dapat dipertanggung-jawabkan pada tiap akhir term. sedemikian rupa. Untuk dapat mencapai tujuan itu, sekolah High/Scope Indonesia (H/S) mencoba menerapkan suatu strategi yang dikenal dengan sebutan “ (UBD)”

Unsur utama dalam konsep ini adalah apa yang disebut sebagai backward design, yakni suatu pendekatan dalam merancang kurikulum atau pelajaran yang dimulai dengan tujuan yang ingin dicapai.[2] Ada tiga tahap utama[3] backward design:

Tahap pertama, Tentukan hasil yang diharapkan. Apa yang siswa harus ketahui, pahami, dan dapat lakukan setelah menyelesaiakn pokok tertentu.

Tahap kedua, tentukan bukti-bukti yang dapat diterima. Pertanyaan pokok yang mesti dijawab di sini adalah bagaimana kita dapat ketahui jika siswa telah mencapai hasil yang diharapkan. Apa bukti-bukti yang kita harapkan untuk mendukung pemahaman siswa?

Tahap ketiga, tentukan instruksi dan proses belajar yang ingin diterapkan. Setelah kita memastikan hasil apa yang diharapkan dan bukti apa yang dapat menunjang pencapaian hasil itu, lalu kita tentukan bagaimana proses belajar harus dilaksanakan untuk mencapai sasaran itu.


Penilaian dan Evaluasi Belajar Sistem Student Center[5]

Seperti yang telah disinggung di atas, penilaian dan evaluasi belajar tidak terpisahkan dari seluruh proses belajar. Karena itu, model atau bentuk penilaian dan evaluasi belajar harus sudah ditentukan sebelum merencanakan proses belajar di dalam kelas..
Sebelum membahas lebih jauh tentang penilaian dan evaluasi belajar, baiklah terlebih dahulu dibicarakan apa saja model dan tujuan penilaian (assessment) dan evaluasi belajar. Evaluasi belajar umumnya dibagi atas dua bagian yakni formative assessment dan summative assessment. Formative assessment pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui bagaimana peserta didik belajar, apa yang telah mereka pelajari dengan baik, apa masalah atau kesulitan yang mereka alami dan apa bentuk perbaikan (corrective measures) yang diperlukan.[6] Karena itu formative assessment dapat dilakukan tiap hari dalam bentuk pretest, posttest, PR, weekly project, observation, anecdotal notes dan sebagainya.
Dengan sistem pembelajaran student center, formative assessment mempunyai peran yang sangat strategis. Guru mendapatkan segala informasi yang diperlukan untuk dapat mendapingi masing-masing peserta didik sesuai dengan kondisi real mereka secara pribadi termasuk strategi perbaikan agar siswa dapat menguasi materi dengan baik.

Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa assessment membantu para pendidik mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam akan kemampuan belajar siswa dan kemudian mempermudah mereka (para pendidik) dalam mengkomunikasikan bukti-bukti hasil belajar siswa kepada para orang tua, rekan guru, peserta didik, dan masyarakat luas pada umumnya.

Adapun tentang penilaian dapat dikatakan bahwa penilaian akhir dilakukan dengan menganalisa berbagai bukti yang ada (yang didapat baik dari formative assessment maupun summative assessment) lalu memutuskan posisi akhir siswa dengan menggunakan parameter yang ada, tentu sesuai dengan persentase yang ditetapkan guru atau sekolah.[7] Summative Assessment tentu sangat berpengaruh untuk menentukan grade pencapaian siswa pada akhir term atau smester.
Yang menjadi dasar dari penilaian yang baik adalah bukti yang baik dan memadai. Ada 3 kualitas untuk dapat menentukan memadai (baik) atau tidaknya bukti-bukti pendukung penilaian, yakni validity, reliability, dan quantity.
Pertama, Validity. Mengacu pada kepatutan dan memadainya interpretasi yang dibuat berdasarkan informasi atau data yang tersedia. Kedua, Reliability. Mengacu pada kekonsistenan hasil assessment yang dilakukan. Konkretnya, siswa yang sama dapat memperoleh skor yang sama pada dua kesempatan test pada waktu yang berbeda atau mendapat score yang sama ketika dievaluasi oleh dua guru yang berbeda. Ketiga, Quantity. Menggunakan berbagai macam bukti yang dapat dipercaya.


Lalu bagaimana bila terjadi ketidak-konsistenan bukti berkaitan dengan pencapaian siswa? Bila hal ini terjadi, beberapa hal dapat menjadi pertimbangan:
Berikan prioritas pada data terbaru.
Berikan prioritas pada data yang lebih komprehensif.
Berikan prioritas pada bukti-bukti yang berkaitan dengan pencapaian standard atau tujuan pembelajaran yang paling penting.


Piranti Penilaian dan Evaluasi Belajar

Sejak merencanakan pelajaran, guru harus sudah menentukan hasil akhir yang diharapkan dari para siswa atas materi yang diajarkan dan apa saja piranti yang dipakai untuk penilaian[8]. Ada beberapa piranti yang bisa digunakan untuk mengevaluasi perkembangan belajar para siswa.

Pertama, Informal checks for understanding. Mengecek pemahaman siswa secara informal dapat dilakukan dengan cara tanya-jawab ketika pelajaran sedang berlangsung, bisa juga dalam bentuk mengecek pemahaman siswa atas pekerjaannya sendiri lewat pertanyaan-pertanyaan, dan lain-lain. Observasi guru dan dialog dengan siswa masuk dalam kategori ini. Informal check for understanding merupakan bagian integral dari proses pembelajaran bila kita menganut sistem ongoing assessment. Hasil observasi ini diharapkan dapat memberikan informasi yang memadai untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakter siswa.

Kedua, Tes dan kuis. Test ini sifatnya bisa mingguan atau dua mingguan. Bentuknya dapat berupa tes dengan jawaban singkat, benar-salah, jodohkan, atau pilihan ganda. Test bisa juga panjang dan melibatkan analisa. Test yang kedua ini bentuknya berupa open-ended question, yang mendorong siswa untuk berpikir kritis, tidak sekedar mengulang apa yang tertulis dalam buku (hafalan). Pertanyaan yang sifatnya open-ended membutuhkan jawaban yang sifatnya konstruktif, tidak hanya memiliki satu jawaban yang benar, menekankan pada strategi pemecahan masalah, menggunakan kemampuan analisis, sintesis, lalu kemudian mengevaluasi kembali hasil analisanya. Jadi pertanyaan yang sifatnya open-ended mesti menuntut jawaban yang teruraikan secara sistematis dan melibatkan argumentasi yang memadai. Test dan kuis mesti berfokus pada isi atau muatan pelajaran. Di sini yang kita assess adalah informasi factual, konsep, skill yang diharapkan diperoleh siswa dari materi itu.

Ketiga, Project. Project sifatnya sifatnya bisa short-term maupun long-term (bulanan atau satu smester). Project lebih merupakan pengaplikasian teori atau konsep yang didapat di sekolah dalam kasus-kasus konkret, dengan tujuan, audiens dan situasi yang tertentu. Pada level ini, siswa dimungkinkan untuk menggarap project yang sesuai dengan minatnya. Project yang diberikan kepada siswa dapat terintegrasi dengan pelajaran lainnya. Project dapat membantu guru untuk menilai sejauh mana siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapatnya, secara lintas ilmu. Misalnya antara penerapan pengetahuan berbahasa dan ilmu sosial, dan seterusnya.

Selain ke-tiga piranti ini, kita juga masih memerlukan piranti-piranti lainnya. Di antaranya adalah anecdotal notes. Guru membuat catatan harian tentang apa yang dicapai siswa lebih khusus berkaitan dengan penguasaan materi pembelajaran atau aplikasi nilai-nilai dari materi yang diajarkan atau dipelajari. Anecdotal notes sifatnya individual atau per siswa.

Pekerjaan rumah. Selain bermanfaat untuk melihat sejauh mana siswa dapat menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam mengerjakan PR-nya, PR juga membantu guru untuk mengukur keseriusan dan tanggung jawab siswa dalam belajar. Ketepatan waktu, kerapihan dan ketuntasan dalam mengerjakan PR dapat menjadi catatan guru. Agar maksimal, tentu saja komunikasi guru – orang tua sangat diharapkan untuk mendukung proses belajar siswa.

Report. Report bisa menjadi bagian dari satu project, bisa juga menjadi bagian yang berdiri sendiri. Kelengkapan informasi, sistematika atau komposisi, dan lain-lain menjadi hal yang diperhatikan dalam pengerjaan report. Sekali lagi report dapat terintegrasi dengan pelajaran lain.
Presentasi. Siswa yang sungguh menguasai pokok pembelajaran dapat diketahui lewat kemampuan presentasinya. Kendati demikian, harus juga diperhatikan karakter masing-masing siswa. Misalkan ada siswa yang sungguh menguasai materi tetapi sulit mengkomunikasikannya lewat presentasi. Karen itu guru harus mengenal karakter masing-masing siswanya.
Student self assessment. Hal ini jarang dilakukan di sekolah-sekolah yang semata-mata mengejar penuntasan kurikulum dalam proses belajarnya. Student self assessment bermanfaat untuk mendapat umpan balik dari para siswa. Siswa menilai dirinya sendiri sejauh mana dia telah menguasai materi yang telah diajarkan atau dipelajari.

Piranti penilaian ini digunakan sesuai kebutuhan saja. Tidak perlu dipakai sekaligus secara bersama dalam satu kesatuan waktu untuk satu pokok materi pelajaran. Guru menentukan kira-kira piranti mana yang dapat digunakan.
Persoalannya adalah bagaimana cara mengukur yang memadai untuk menentukan pencapaian siswa? Untuk test yang bisa langsung diberi skor seperti matematika atau test yang sifatnya rutin harian, tidak terlalu sulit, karena guru bisa dengan mudah memberi skor yang sesuai. Untuk test yang sifatnya kualitatif seperti project, presentasi, report, dan lain-lain, guru perlu menyiapkan satu piranti lagi yang disebut rubrik. Rubrik adalah suatu piranti atau dokumen yang perlu disiapkan guru. Rubrik berisi artikulasi atau gambaran atau batasan pencapaian siswa yang diharapakan dari tugas atau test.[9] Dalam rubrik ditampilkan kriteria-kriteria yang diharapkan ada dalam pekerjaan siswa, atau pencapaian yang diharapkan dari satu test.

Penilaian Akhir

kita dapat tegaskan bahwa dalam sistem student center beberapa hal harus diperhatikan dalam melakukan penilaian. Pertama, Produk. Fokus pada apa yang siswa telah ketahui dan dapat lakukan. Yang termasuk dalam produk adalah hasil test akhir, report, project, proyek laboratorium, presentasi. Alat ukur yang dipakai adalah rubric-akademik dan / atau pekerjaan siswa.

Kedua, Proses. Fokus pada bagaimana siswa sampai pada pencapaian yang diharapkan. Yang termasuk dalam proses adalah kuis (formative), sikap dan tingkah laku di kelas, journal, PR (tingkat penyelesaian dan kualitasnya – dinilai berdasarkan rubric), keaktifan di kelas, usaha, kerapian dalam menyelesaikan pekerjaan. Alat ukur yang dipakai untuk penilaian adalah rubric-proses, checklist dan / atau anecdotal notes.

Ketiga, Progress. Fokus pada berapa banyak siswa telah peroleh dari proses belajar yang dilakukan. Di sini kita membutuhkan portfolio yang menggambarkan perkembangan belajar siswa sepanjang term, smester, dan bahkan tahun.

0 Comments:

Post a Comment